“Ini risiko dari sebuah kesepakatan perdagangan bebas. Dan, saya melihat, kita belum siap untuk menghadapi CAFTA,” kata Ketua Umum DPP PDIP itu.
Putri proklamator Bung Karno itu mencontohkan, NTT dengan produk kain  tenun ikat yang luar biasa, bisa kalah bersaing dengan produk serupa  dari Cina atau kawasan ASEAN lain di pasaran jika tidak dikemas dengan  lebih baik dan profesional.
“Kain Batik khas Indonesia saja sudah bisa ditiru oleh negara lain  dengan mengklaim sebagai produk negaranya. Ini sebuah ancaman yang  serius bagi industri manufaktur di dalam negeri,” katanya.
Megawati meminta perhatian pemerintah daerah untuk memperhatikan  masalah ini dengan lebih serius. “Jangan kita hanya mengutak-atik  anggaran belanja dalam APBD saja, tetapi bagaimana kita mempersiapkan  masyarakat kita untuk menghadapi perdagangan global ini,” ujarnya.
Mantan presiden itu meminta pemerintah daerah untuk memperhatikan  produk lokal yang menjadi unggulan daerahnya masing-masing. “Jika produk  unggulan NTT adalah kain tenun ikat, misalnya, maka produk tersebut  harus tetap dipertahankan kualitas dan performanya agar tetap diminati  di pasar bebas. Di sinilah letak peran pemerintah daerah dalam  melindungi usaha rakyatnya,” kata Megawati.
Ketika menjabat presiden, Megawati mengatakan bahwa saat itu dia  melarang mengimpor beras, gula dan tekstil agar tetap melindungi hasil  petani di dalam negeri sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki  ekonomi petani. “Jika semua serba impor, apa jadinya dengan para petani  tebu, beras dan tekstil di Indonesia? Kondisi semacam ini yang perlu  diperhatikan sehingga tidak mengorbankan rakyat,” tambah Megawati.