tim Editor
Selamatkan Kain Tenun Ikat NTT
Tentu ini merupakan kebanggaan masyarakat NTT. Dan, yang lebih membanggakan, di seluruh dunia hanya ada tenun ikat khas NTT yang memiliki corak, bahan dan motif yang berbeda dari jenis kain lainnya.
Bila kain batik asal Pulau Jawa yang menjadi kebanggaan orang Jawa, namun kain serupa juga terdapat di Malaysia, China, Thailand, Vietnam negara lainnya di Asia Tenggara, maka tenun ikat NTT tidak ada duanya di dunia. Keunikan corak maupun bahannya tercipta dari proses pembuatannya yang alami. Ditenun- pintal dengan tangan-tangan terampil tanpa bantuan mesin tenun, menjadikan kain tanunan khas NTT memiliki nilai lebih. "Keaslian" proses pembuatannya inilah yang menjadikan kain tenun ikat khas NTT banyak dicari orang.
Namun di tengah pesona kain tenun ikat NTT ini, kita lengah sehingga motif khas NTT mulai nongol pada kain- kain bukan tenun ikat NTT.
Kita masih ingat pada awal tahun 1980-an, kain tenun ikat asal Sumba sudah hampir menjadi pemandangan di hotel-hotel berbintang di Pulau Bali dan Jawa. Kain tenun ikat Sumba dipakai sebagai kain gorden atau hiasan dinding. Namun pada saat yang bersamaan, kain asal Sumba tidak mengalami peningkatan produksi. Artinya kain-kain tersebut dibuat di tempat tempat lain di luar Sumba dengan skala besar.
Kini, di tengah-tengah upaya masyarakat dan Pemerintah Propinsi NTT menjadikan kain tenun ikat sebagai salah satu komoditi yang bernilai ekonomi, muncul kain batik bermotif tenun ikat NTT. Ini tentu merupakan pukulan bagi kain tenun ikat NTT. Dan, ini jelas merugikan perajin tenun ikat NTT.
Sejumlah perajin tenun ikat NTT di Kota Kupang mengaku sangat dirugikan dengan munculnya kain batik bermotif khas NTT yang kini dijual bebas di pasar. Mereka khawatir penjualan batik bermotif NTT itu lambat laun mengganggu usaha yang mereka geluti. Inilah yang sudah dikemukakan Pemimpin Kelompok Perajin Tenun Ikat Ina Ndao, Dorce D Lussi.
Lussi mengatakan, penjualan kain batik bermotif khas NTT berpengaruh terhadap omset penjualan kain tenun ikat NTT yang dihasilkan Kelompok Perajin Ina Ndao. Keluhan yang sama disampaikan perajin tenun ikat lainnya. Mereka tidak ingin usaha keras mereka melestarikan tenun ikut dalam bentuk usaha kecil ini hancur akibat membanjirnya batik bermotif khas NTT ke pasar-pasar di NTT.
Dalam posisi ini, pemerintah seharusnya mengambil peran. Pemerintah perlu segera memproteksi corak tenun ikat NTT agar tidak "dicuri", diklaim atau ditiru orang lain. Keaslian corak atau motif kain tenun ikat NTT harus segera dilindungi.
Dengan melindungi corak atau motif kain tenun khas NTT, maka usaha para perajin tenun ikat NTT akan terlindungi. Mereka bisa dengan tenang menggeluti usahanya tanpa rasa khawatir seperti yang dialami saat ini.
Selain itu, pemerintah daerah perlu terus mendorong dan menumbuhkan kesadaran masyarakat NTT akan "harta miliknya" yang sangat berharga itu. Masyarakat harus terus didorong agar mencintai warisan budaya leluhur dengan terus mengembangkan usaha tenun ikat NTT dan dengan penuh rasa bangga mengenakannya dan memperkenalkannya kepada masyarakat dunia.
Apa yang sudah "diwariskan" mantan Gubernur NTT, Herman Musakabe yang mewajibkan semua PNS mengenakan kain tenun ikat NTT pada hari-hari tertentu harus diteruskan, bahkan kalau perlu ditingkatkan. Bila sebelumnya PNS diwajibkan berbusana tradisional NTT setiap Kamis, bila perlu ditambah satu hari lagi. Ini merupakan salah satu bentuk dukungan paling nyata terhadap usaha tenun ikat tradisional yang banyak digeluti masyarakat kecil.
Masuknya kain batik bermotif tenun ikat NTT harus disadari sebagai bentuk ancaman serius terhadap keberadaan kain tenun ikat tradisional NTT. Dengan harga yang jauh lebih murah, kain batik bermotif NTT itu akan menggusur pasar kain tradisional NTT. Dampak lanjutannya adalah usaha tenun ikat bakal meredup dan bukan tidak mungkin akan mati. Kalau ini sampai terjadi maka kita gagal melestarikan warisan budaya nenek moyang kita.
Bila kain batik asal Pulau Jawa yang menjadi kebanggaan orang Jawa, namun kain serupa juga terdapat di Malaysia, China, Thailand, Vietnam negara lainnya di Asia Tenggara, maka tenun ikat NTT tidak ada duanya di dunia. Keunikan corak maupun bahannya tercipta dari proses pembuatannya yang alami. Ditenun- pintal dengan tangan-tangan terampil tanpa bantuan mesin tenun, menjadikan kain tanunan khas NTT memiliki nilai lebih. "Keaslian" proses pembuatannya inilah yang menjadikan kain tenun ikat khas NTT banyak dicari orang.
Namun di tengah pesona kain tenun ikat NTT ini, kita lengah sehingga motif khas NTT mulai nongol pada kain- kain bukan tenun ikat NTT.
Kita masih ingat pada awal tahun 1980-an, kain tenun ikat asal Sumba sudah hampir menjadi pemandangan di hotel-hotel berbintang di Pulau Bali dan Jawa. Kain tenun ikat Sumba dipakai sebagai kain gorden atau hiasan dinding. Namun pada saat yang bersamaan, kain asal Sumba tidak mengalami peningkatan produksi. Artinya kain-kain tersebut dibuat di tempat tempat lain di luar Sumba dengan skala besar.
Kini, di tengah-tengah upaya masyarakat dan Pemerintah Propinsi NTT menjadikan kain tenun ikat sebagai salah satu komoditi yang bernilai ekonomi, muncul kain batik bermotif tenun ikat NTT. Ini tentu merupakan pukulan bagi kain tenun ikat NTT. Dan, ini jelas merugikan perajin tenun ikat NTT.
Sejumlah perajin tenun ikat NTT di Kota Kupang mengaku sangat dirugikan dengan munculnya kain batik bermotif khas NTT yang kini dijual bebas di pasar. Mereka khawatir penjualan batik bermotif NTT itu lambat laun mengganggu usaha yang mereka geluti. Inilah yang sudah dikemukakan Pemimpin Kelompok Perajin Tenun Ikat Ina Ndao, Dorce D Lussi.
Lussi mengatakan, penjualan kain batik bermotif khas NTT berpengaruh terhadap omset penjualan kain tenun ikat NTT yang dihasilkan Kelompok Perajin Ina Ndao. Keluhan yang sama disampaikan perajin tenun ikat lainnya. Mereka tidak ingin usaha keras mereka melestarikan tenun ikut dalam bentuk usaha kecil ini hancur akibat membanjirnya batik bermotif khas NTT ke pasar-pasar di NTT.
Dalam posisi ini, pemerintah seharusnya mengambil peran. Pemerintah perlu segera memproteksi corak tenun ikat NTT agar tidak "dicuri", diklaim atau ditiru orang lain. Keaslian corak atau motif kain tenun ikat NTT harus segera dilindungi.
Dengan melindungi corak atau motif kain tenun khas NTT, maka usaha para perajin tenun ikat NTT akan terlindungi. Mereka bisa dengan tenang menggeluti usahanya tanpa rasa khawatir seperti yang dialami saat ini.
Selain itu, pemerintah daerah perlu terus mendorong dan menumbuhkan kesadaran masyarakat NTT akan "harta miliknya" yang sangat berharga itu. Masyarakat harus terus didorong agar mencintai warisan budaya leluhur dengan terus mengembangkan usaha tenun ikat NTT dan dengan penuh rasa bangga mengenakannya dan memperkenalkannya kepada masyarakat dunia.
Apa yang sudah "diwariskan" mantan Gubernur NTT, Herman Musakabe yang mewajibkan semua PNS mengenakan kain tenun ikat NTT pada hari-hari tertentu harus diteruskan, bahkan kalau perlu ditingkatkan. Bila sebelumnya PNS diwajibkan berbusana tradisional NTT setiap Kamis, bila perlu ditambah satu hari lagi. Ini merupakan salah satu bentuk dukungan paling nyata terhadap usaha tenun ikat tradisional yang banyak digeluti masyarakat kecil.
Masuknya kain batik bermotif tenun ikat NTT harus disadari sebagai bentuk ancaman serius terhadap keberadaan kain tenun ikat tradisional NTT. Dengan harga yang jauh lebih murah, kain batik bermotif NTT itu akan menggusur pasar kain tradisional NTT. Dampak lanjutannya adalah usaha tenun ikat bakal meredup dan bukan tidak mungkin akan mati. Kalau ini sampai terjadi maka kita gagal melestarikan warisan budaya nenek moyang kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar