Nusa Tenggara Timur memiliki puluhan suku, lebih dari 100 dialek bahasa dan beragam adat istiadat yang berbeda. Maka, tak heran bila motif dan ragam hias yang terdapat pada kain tenun NTT akan sangat bervariasi. "Dua desa yang bersebelahan saja, variasi motif bisa berbeda," kata Stephanus Hamy yang rutin mengangkat wastra NTT dalam panggung moee. Kebanyakan motif dan ragam hias NTT bercerita tentang kehidupan dan kepercayaan masyarakat. Motif tenun dari Sawu, misalnya, banyak bertutur tentang kehadiran saudagar Portugis yang hadir lewat ragam hias kelopak-kelopak bunga mawar dan sulur dedaunan. Konon motif flota mencerminkan kekerabatan saudagar asing dengan masyarakat setempat Motif fauna tampil di atas tenun ikat dari sejumlah daerah. Salah satunya adalah ragam hias dari tenun dari Timor Tengah Utara yang berhias biawak atau tokek. Hewan ini dianggap sakral sekaligus melambangkan kehidupan di dunia bawah. Ini tampak pula dari tenun asal Sikka yang menghadirkan satu jalur motif reptil cicak, tokek, atau biawak. Tenun Sumba Barat banyak menampilkan motif geometris yang diperkirakan dipengaruhi oleh motif Patola asal India. Pengaruh saudagar Cina, Arab dan Eropa memberikan motif naga, bouraq dan singa. Dalam proses pewarnaan, kain tenun NTT banyak menggunakan warna biru indigo yang diperoleh dari tanaman mengkudu. Ada juga kain tenun bernuansa kuning yang proses pewarnaannya diperoleh dari kemiri dan kunyit. Untuk warna hitam, benang-benang itu harus direndam dalam lumpur atau campuran tertentu dari indigo dengan zat warna lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar